Sabtu, 07 Desember 2019

Pengertian Balance Scorecard dan 4 Perspektifnya

Pengertian dan 4 Perspektif Balanced Scorecard

Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang menyeimbangkan pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan. Sebelum munculnya konsep balanced scorecard, yang umum dipergunakan dalam perusahaan selama ini adalah pengukuran kinerja tradisional yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan saja.

Pengukuran kinerja tradisional tersebut menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.

Secara umum, terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam balanced scorecard, yaitu:
  • Perspektif keuangan
  • Perspektif pelanggan atau konsumen
  • Perspektif proses internal bisnis
  • Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
4 Perspektif Balanced Scorecard tersebut masing-masing dapat dijelaskan berikut ini.
A. PERSPEKTIF KEUANGAN (Financial Perspective)

Perspektif keuangan tetap digunakan dalam Balance Scorecard, karena ukuran keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi perusahaan memberikan perbaikan atau tidak bagi peningkatan keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham.

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan Norton, 2001). Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula.

1. Growth (bertumbuh)

Tahap pertumbuhan menjadi tahap awal dalam siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini perusahaan berusaha untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Selain itu, perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun fasilitas produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaringan distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar perusahaan akan selalu dalam keadaan rugi, karena tahap ini perusahaan memfokuskan untuk penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nanti.

2. Sustain (bertahan)

adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini perusahaan masih mempunyai daya tarik yang bagus bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Dalam tahap ini perusahaan harus mampu mempertahankan pangsa pasar yang sudah dimiliki dan harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik sehingga secara bertahap akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.

Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas dapat dinyatakan dengan menggunakan ukuran yang berkaitan dengan laba operasional. Untuk mendapatkan profitabilitas yang baik tentunya para manajer harus bekerja keras untuk memaksimalkan pendapat yang dihasilkan dari investasi modal, sedangkan untuk unit bisnis yang telah memiliki otonomi diminta tidak hanya mengelola arus pendapatan, tetapi juga tingkat investasi modal yang telah ditanamkan dalam unit bisnis yang bersangkutan. Tolak ukur lain yang kerap digunakan pada tahap ini, misalnya ROI, profit margin, dan operating ratio.
3. Harvest (Menuai)

Tahap ini merupakan tahap pendewasaan bagi sebuah perusahaan, karena pada tahap ini perusahaan tinggal menuai dari investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya, yang harus dilakukan pada tahap ini adalah perusahaan tidak lagi melakukan investasi, tetapi hanya memelihara supaya perusahaan berjalan dengan baik.

B. PERSPEKTIF PELANGGAN (Customer Perspective)

Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya konsumen focus dan konsumen satisfaction. Perspektif ini merupakanleading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuha n mereka. Kinerja yang buruk dariperspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik.

Oleh Kaplan dan Norton (2001) perspektif pelanggan dibagi menjadi dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer value prepositions. Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
  1. Market Share (pangsa pasar); Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
  2. Customer Retention (retensi pelanggan); Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.
  3. Customer Acquisition (akuisisi pelanggan); mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
  4. Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan); Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.
  5. Customer Profitability (profitabilitas pelanggan); mengukur keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada konsumen.
  6. C. PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL (Internal Business Process Perspective)
    Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis value-chain. Disini manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.

    Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam tiga tahapan, yaitu:

    1. Proses inovasi

    Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilat tambah bagi pelanggan. Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian marketing sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas marketing inimerupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.

    2. Proses Operasi

    Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.

    3. Proses Pelayanan Purna Jual

    Proses ini merupakan jasa pelaya nan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, misalnya penanganan garansi dan perbai kan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelaya nan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
  7. D. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN (Learning & Growth Perspective)
    Proses ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kinerja jangka panjang. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Yang termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi.

    Hasil dari pengukuran ketiga perspektif balanced scorecard sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Inilah alasan mengapa perusahaan harus melakukan investasi di ketigafaktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).


    Dalam perspektif ini, ada faktor-faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu:

    1. Kapabilitas pekerja

    Dalam hal ini manajemen dituntut untuk memperbaiki pemikiran pegawai terhadap organisasi, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

    2. Kapabilitas system informasi

    Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas in formasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

    3. Motivasi, kekuasaan dan keselarasan

    Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebe sar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya tersebut perlu didukung dengan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus yang sejalan dengan tujuan organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar